NIM




Nilai unjianku dulu hanya mungkin 26 seingatku, nilai sempurnanya adalah 30.  Karena dulu hanya ada tiga mata pelajaran  yang diujikan, yaitu Bahasa, Matematika, dan IPA. NIM 26 bagiku untuk mendaftar SMP favorit cukup susah. Karena menurut data dikotaku rata-rata nilai ujian mereka 27. Sehingga aku mencari SMP yang kurang terkenal mungkin ditempatku namun sudah mulai terkenal dikota. Aku memilih mendaftarkan diri di SMP N 4 dengan jalur NIM UN. Dan katanya baru aku satu-satunya lulusanku yang mendaftar di SMP itu. Dan itu kesimpulanku dari berbagai pertanyaan yang aku peroleh. Seperti saat aku melakukkan cap tiga jari ditempat tinggal guruku karena memang kita tetangga.

Guru : “Kamu sekarang lanjut mana?”
Aku : “SMP N 4 pak”
Guru : “SMP N 4? itu mana? yang dekat sini bukan?” Memang ada dua SMP ditempatku hanya beda tempat saja.
Aku : “Bukan pak. Itu di daerah kota dekat rumah sakit. Dijalur arah akan keselo”
Guru : “Ada ta sekolah disitu” Kalau sekolahnya tidak ada kenapa aku masuk situ juga. Batinku.
Aku : “Adalah pak. Apa baru aku yang masuk situ?”
Guru : “Mungkin iya, karena kebanyakan masuk SMP N 2 atau SMP N 4 yang deket sini. Kalau tempatmu itu belum terlalu terkenal mungkin” Bisa-bisanya bilang belum terkenal.
Aku : “Belum terkenal ya pak. Hmm” Nadaku datar.
Dan juga ada beberapa percakapan dengan bude yang dari kebumen.
Bude : “Le, sekarang masuk mana?”
Aku : “Anu bude, masuk SMP N 4. Kenapa bude?”
Bude : “Ya gapapa. Eh, itu mana le?” dengan nada heran.
Aku : “Deket rumah sakit, yang arah jalan keselo itu loh”
Bude : “Ohh, kenapa tidak coba masuk SMP N 2 sekalian?”
Aku : “Kemarin tidak ikut ujian masuknya bude, lagian NIM aku juga kurang” padahal memang tidak ada niat masuk situ. Ini Cuma alasan.
Skip lanjut dari sekolah tak terkenal.

Saat itu waktu aku mendaftarkan diri nilai NIM-ku cukup menghawatirkan lebih tepatnya memprihatinkan karena berada di nomor urut lima dari zona degradasi bisa dikatakan nomor urut lima dari bawah. Memang  SMP-ku biasanya menjadi pelarian dari anak-anak yang tidak diterima di SMP favorit. Dan disana ada 2 SMP yang di favoritkan. Shingga persaingan cukup ketat menyusul anak-anak yang baru mendaftarkan diri dan NIM mereka rata-rata 26+, sampai ada yang mengunakan piagam kejuaraan nasional untuk mendapat tambahan nilai. Kemudian bagaimana nasib NIM-ku yang hanya 26 pas tanpa tambahan apa-apa. Karena memang setiap lomba yang aku ikuti hanya tertera sebagai peserta bukan juara.
Pada waktu hari terakhir pendaftaran orang tuaku sebenarnya sudah berencana untuk memindahkanku kesekolah lain, karena posisi NIM-ku cukup menghawatirkan, jika tidak diterima disitu maka harus mengulang tahun depan, karena dulu penutupan pendaftaran dilakukkan serentak. Namun Tuhan ternyata berkehendak lain. Dan aku sangat bersyukur.

Ayah : “Le, kalau kamu tidak bisa masuk sini gapapa ya?”
Aku : “Ya gapapa yah. Lagian sepertinya baru aku yang masuk sini”
Ayah : “Apa nanti cek sekolah kakakmu dulu, habis itu kesekolah lain yang NIMnya sedikit” Memang sekolahku dengan kakak berbeda, dia masuk SMP N 2 yang dekat dengan rumah.
            Aku : “Oh, iya gapapa disitu juga bagus”
Share:

0 komentar:

Post a Comment

Sosial Media

Hai! Nama saya Agung Prasetyo N dan biasa di panggil Agung. Saya masih seorang pelajar di SMA. Saya berasal dari Boyolali. Read More..

Total Pageviews

Blog Archive

Entri Terbaru